Selama Perang Dunia I, Sosrokartono bekerja sebagai jurnalis atau koresponden perang untuk The New York Herald Tribune, meliput beberapa peristiwa perang yang paling signifikan. Dia sukses dalam pekerjaannya, dan salah satu hasil liputannya adalah negosiasi antara Jerman dan Prancis.
Seusai perang, Sosrokartono diminta menjadi juru bahasa Sekutu pada tahun 1918, dan kemudian, ia diminta oleh Liga Bangsa-Bangsa untuk menjadi juru bahasa utama. Pada tahun 1921, ia menjabat sebagai pejabat tinggi di Kedutaan Besar Prancis untuk Belanda di Den Haag, sebagai atase kebudayaan. Empat tahun kemudian, Sosrokartono memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Namun sekembalinya, Sosrokartono mendapati bahwa pemerintah kolonial Hindia Belanda sangat curiga kepadanya. Dia dituduh sebagai komunis, dan ini membatasi geraknya dan membuatnya sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Meskipun beberapa tawaran posisi pemerintahan, Sosrokartono menolaknya, lebih memilih bekerja untuk memajukan rakyat tanpa harus meminta belas kasihan pejabat kolonial.
Hidup Sosrokartono menjadi semakin rumit karena hubungannya dengan Snouck Hurgronje. Ia disebut-sebut terlibat utang besar kepada pejabat tinggi pemerintah kolonial yang menjadi dalang penaklukan Aceh. Pengaruh Hurgronje begitu kuat sehingga Sosrokartono hampir tidak bisa berbuat apa-apa.
- Taktik Efektif Saya dalam Belajar: Panduan Langkah-demi-Langkah
- Penggunaan Snagit dalam Pendidikan: Panduan dan Contoh Penggunaan
- Dapatkah Manusia Mempelajari Kebahagiaan? Berikut Hasil Penelitian
- Menggerakkan Pendidikan Indonesia: Memahami Program Sekolah Penggerak
- Amalan Doa untuk Sukses di Ujian PTN: Jalur Langit
Tekanan batin yang datang bertubi-tubi membuat Sosrokartono jatuh sakit hingga lumpuh sejak tahun 1942, tepat saat pendudukan Belanda berakhir dan Jepang menggantikannya. Dalam kondisi tak berdaya, sang pangeran melewatkan peristiwa demi peristiwa penting yang terjadi di tanah airnya.
Meski menghadapi tantangan tersebut, Sosrokartono tetap teguh pada keyakinannya. Dia dengan tegas menyatakan dirinya sebagai musuh siapapun yang akan menjadikan Indonesia sebagai bangsa Eropa atau setengah Eropa dan akan menginjak-injak tradisi dan adat Indonesia yang luhur dan suci. "Selama matahari dan bulan bersinar, aku akan menantang mereka!" dia menyatakan.
Visi Sosrokartono untuk Indonesia didasarkan pada pemahaman dan apresiasi yang mendalam terhadap sejarah dan budayanya. Dia percaya bahwa kekuatan dan identitas Indonesia terletak pada keragamannya dan tradisi serta adat istiadatnya harus dihormati dan dilestarikan. Dia melihat Indonesia sebagai bangsa yang unik dengan nilai dan cara hidupnya sendiri, dan dia percaya bahwa penting untuk membangun rasa identitas dan kebanggaan nasional yang kuat.
Pemikiran dan keyakinan Sosrokartono masih relevan hingga saat ini. Seiring perkembangan dan modernisasi Indonesia, penting untuk mengingat dan menghormati warisan budayanya yang kaya. Warisan Sosrokartono berfungsi sebagai pengingat bahwa kekuatan Indonesia terletak pada keragamannya, dan penting untuk melestarikan dan mempromosikan identitas uniknya.
Kesimpulannya, Raden Mas Panji Sosrokartono adalah seorang aristokrat dan cendekiawan Jawa sejati, yang visi masa depan Indonesia didasarkan pada pemahaman dan apresiasi yang mendalam terhadap sejarah dan budayanya. Meski menghadapi banyak tantangan dan rintangan, ia tetap teguh pada keyakinannya dan terus bekerja menuju visinya untuk Indonesia. Warisannya berfungsi sebagai pengingat bahwa kekuatan Indonesia terletak pada keanekaragaman dan identitas uniknya, dan penting untuk melestarikan dan mempromosikan nilai-nilai ini untuk generasi mendatang.
Post a Comment for "Si jenius dari timur : RMP. Sosrokartono Multilingualisme dan Keterampilan Jurnalistik"